Friday 26 April 2024 
qodsna.ir qodsna.ir

Penghancuran Desa Palestina oleh Rezim Zionis

Menyusul eskalasi blokade desa Khan Al-Ahmar dan serangan pasukan Israel terhadap konsentrasi warga, parlemen Eropa mengkritik keputusan rezim Zionis merusak desa tersebut dan mengusir warganya, juga menekankan bahwa Israel harus menghentikan politik pengusiran warga Palestina serta seluruh langkah unilateral yang ditujukan mengubah kondisi yang ada di Palestina.

Kantor Berita Qods (Qodsna) - Pengadilan rezim Zionis pada bulan Mei merilis putusan pengusiran 35 keluarga Palestina dengan jumlah total 200 orang dari tempat tinggal mereka di desa Khan Al-Ahmar di Timur Quds. Menyusul putusan tersebut, militer Israel mengumumkan desa Khan Al-Ahmar sebagai kawasan militer serta mengerahkan berbagai perlengkapan berat dan buldoser ke desa Palestina itu.

 

Langkah rezim Zionis terhadap warga desa Khan Al-Ahmar itu terjadi di saat perusakan infrastruktur dan gedung permukiman di wilayah pendudukan telah dilarang dalam ketentuan internasional khususnya piagam keempat Jenewa dan resolusi Dewan keamanan PBB. Banyak negara yang gerah dengan aksi Israel itu termasuk sekutunya di Barat.

 

Ketua Politik Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini dalam hal ini menyinggung bahwa pembangunan permukiman Zionis bertentangan dengan ketentuan internasional seraya mengatakan, "Langkah seperti ini akan menyoal seluruh proses perdamaian."

 

Meski demikian para pejabat Israel tidak pernah menggubris tuntutan internasional dan dengan dukungan penuh AS melanjutkan politik agresif dan penjajahannya di Palestina. Perluasan pembangunan permukiman Zionis dengan tujuan mengubah struktur demografi wilayah Palestina serta membuat penjajahan Israel atas wilayah pendudukan menjadi permanen, merupakan prioritas kebijakan Tel Aviv.

 

Sekarang, perusakan desa Khan Al-Ahmar dilakukan demi menyempurnakan proyek pemisahan wilayah selatan Tepi Barat Sungai Jordan dari wilayah pusatnya dan merampas area seluas 1000 meter per segi dari wilayah Quds hingga Laut Mati.

 

Jean Yves Le Drian, Menteri Luar Negeri Perancis dalam hal ini mengatakan, "Mengingat letak geografis desa Khan Al-Ahmar, paris sangat memperhatikan masalah ini karena keberadaannya akan melanjutkan hidupnya negara independen Palestina dengan Quds sebagai pusatnya; oleh karena itu Paris bersama dengan Uni Eropa, menuntut para pejabat Israel untuk tidak merusak desa Khan Al-Ahmar."

 

Perusakan desa Khan Al-Ahmar akan terjadi setelah dalam beberapa bulan terakhir, rezim Zionis meningkatkan tekanan terhadap warga Palestina dengan dukungan dari Amerika Serikat. Melanjutkan blokade Gaza, penghentian bantuan AS terhadap UNRWA, penetapan UU Negara Bangsa Yahudi, serta pembantaian terhadap para demonstran Palestina dalam Pawai Akbar Hak untuk Pulang di Jalur Gaza, merupakan bagian dari langkah yang telah diambil.

 

Tampaknya Tel Aviv dan Washington berusaha memaksa bangsa Palestina untuk menerima prakarsa "Kesepakatan Abad" besutan Presiden AS Donald Trump dan segera berunding dengan Israel.

 

Namun hingga kini pihak Palestina tetap menegaskan perjuangan pembebasan seluruh wilayah Palestina. Ahmad Abu Dahuk, seorang warga Khan Al-Ahmar dalam hal ini mengatakan, "Mereka akan menghancurkan, akan tetapi kami akan membangun kembali. Kami akan berdiri dengan bangga di tanah kami atau mati."

 

Opini publik dunia khususnya rakyat Palestina berharap Eropa tidak hanya melontarkan sikap verbal saja melainkan mengambil langkah-langkah kongkret dihadapan kejahatan rezim Zionis Israel dan melawan pelanggaran berulang rezim Zionis terhadap ketentuan internasional.




Related Contents

Myanmar Larang Petinggi PBB Kunjungi Rakhine

Myanmar Larang Petinggi PBB Kunjungi Rakhine

Salah satu staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkonfirmasikan sikap pemerintah Myanmar yang memperlambat kunjungan delegasi PBB ke negara bagian Rakhine di barat negara ini.

|

Kebingungan AS Soal Penarikan Pasukan dari Suriah

Kebingungan AS Soal Penarikan Pasukan dari Suriah

Sekalipun Donald Trump Presiden Ameriia Serikat telah mengumumkan tentang penarikan pasukan AS dari Suriah pada 19 Desember 2018, tapi pernyataan dan sikap kontroversial para pejabat AS menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang masalah ini dan bahkan bagaimana hal itu diwujudkan.

|

Users Comments

Videos

Qods News Agency


©2017 Kantor Berita Qods. All Rights Reserved