qodsna.ir qodsna.ir

Legalitas Penutupan Selat Hormoz dan Kemampuan AL Iran

Harian Resalat dalam headline-nya membahas kemampuan Iran menutup Selat Hormuz dan legalitas tindakan ini menurut hukum internasional.

Usai keluarnya AS dari JCPOA dan ancaman Washington untuk menekan ekspor minyak Iran hingga titik nol, Presiden Hassan Rouhani dalam lawatan ke Swiss secara tersirat mengancam akan menutup Selat Hormuz.

 

Ancaman yang dilontarkan Rouhani di Eropa ini, yang kemudian disusul dengan pernyataan kesiapan Qassem Soleimani untuk mengeksekusinya, adalah pesan kepada dunia bahwa ancaman ini serius dan bukan omong kosong belaka.

 

Ada dua pertanyaan dalam hal ini:

Pertama, apakah Iran sanggup melaksanakan ancaman ini secara hukum internasional?

Kedua, apakah ini ancaman ini hanya gertak sambal untuk membuat musuh jerih atau memang benar-benar bisa diwujudkan?

 

Terkait pertanyaan pertama, harus diketahui bahwa Hormuz adalah bagian dari perairan Iran dan Oman, serta tidak ada kawasan perairan bebas di selat tersebut.

 

Untuk perlintasan dari selat-selat internasional, hukum kelautan internasional mengakui dua bentuk perlintasan “tanpa kerugian” (Konvensi Jenewa 1958) dan perlintasan “transit” (Konvensi Montego Bay 1982).

 

Berdasarkan “perlintasan tanpa kerugian,” yang diterima Iran, negara-negara lain bisa melintasi sebuah selat dengan syarat tidak membahayakan dan merugikan negara-negara lain.

 

Namun berdasarkan Konvensi Montego Bay, semua negara bebas melintasi selat mana pun. Iran (juga AS) bukan anggota konvensi ini. Dengan demikian, hukum yang berlaku di Hormuz adalah berdasarkan Konvensi Jenewa (tanpa kerugian).

 

Maka, dari sisi hukum, Iran mampu dan berhak menghalangi kapal dari negara lain melewati Hormuz. Dalam Konvensi Montego Bay sendiri disebutkan, konvensi ini tidak menentang aturan di selat-selat yang biasa dilewati, baik sebagian atau keseluruhan, sesuai dengan kesepakatan yang sudah berjalan sebelumnya.

 

Republik Islam Iran pun selalu menggunakan wewenangnya berdasarkan hukum Konvensi Jenewa. Contohnya adalah tindakan Iran terhadap masuknya sebuah kapal dagang AS secara ilegal pada tahun 2015, invasi angkatan laut AS dan penangkapan atas mereka pada 2015, serta penangkapan atas 5 pelaut Inggris yang memasuki perairan Teluk Persia secara ilegal pada 2009.

 

Secara militer, Hormuz bisa ditutup dengan dua cara: pertama, membuat kawasan itu tidak aman dan menciptakan kondisi perang di sana atau memblokadenya secara fisik, (misalnya dengan menebar ranjau laut, menyerang kapal dengan speedboat, rudal antikapal dan antikapalselam) … dan kedua, dengan cara menghentikan kapal-kapal.

 

Dalam perang tanker di Perang Iran-Irak (1980-1988), Iran pernah melontarkan ancaman menutup Hormuz kepada Saddam dan sekutunya. Meski saat itu militer Iran belum terlalu tangguh, namun Iran bisa membuat tanker-tanker kewalahan melintasi Hormuz, sehingga memaksa PBB dan Saddam untuk menandatangani resolusi 598 serta mengakhiri perang dengan mengakui perbatasan-perbatasan Iran.

 

Kurangnya fasilitas militer Iran menyebabkan AS dan Irak bisa mengebom kilang minyak Kharak. AS juga menembak jatuh pesawat komersial Iran Air, sehingga Teheran terpaksa mengakhiri blokade Hormuz dan juga perang dengan Irak.

 

Saat ini, tentu saja kemampuan militer Iran tidak sama dengan dekade 80-an lalu. AS tahu benar bahwa Iran dengan mudah bisa menutup jalur perlintasan Hormuz; semudah “meneguk air,” menurut seorang perwira militer Iran.

 

Namun, apakah Iran sungguh-sungguh berniat menutup Hormuz?

Ancaman untuk memblokade selat ini pernah dilakukan sebelumnya, juga dilontarkan menurut situasi yang mendesak. Selain di masa Perang Teluk I, Iran juga pernah melontarkan ancaman serupa pada 2011 saat diembargo. Ancaman ini ditanggapi serius oleh dunia sehingga mereka pun mundur teratur.

 

Kini dengan adanya perang dagang Iran vs AS terkait embargo ekspor minyak, Iran menggunakan blokade Hormuz sebagai sebuah opsi tekanan, karena diplomasi tanpa sarana dan kemampuan militer tidak akan membuahkan hasil.

 

AS dan Eropa tahu benar bahwa satu ‘gerakan’ kecil di Hormuz (apalagi jika sampai ditutup) akan menyebabkan kenaikan harga minyak dan bensin serta meningkatnya pengeluaran kas-kas mereka.

 

Lebih dari 17 juta barel minyak mentah (sepertiga dari transportasi minyak di laut) diangkut melewati Hormuz tiap harinya. Adanya gerakan-gerakan militer akan meningkatkan biaya asuransi kapal-kapal dan kenaikan otomatis harga minyak.

 

Melihat mental ‘bisnis’ pemerjntah AS selama ini, tampaknya mustahil Washington mengabaikan ancaman Iran dan tidak mencabut embargo ilegal mereka atas Teheran. Jika tidak, maka AS akan menyaksikan “kerugian kolektif semua pihak.”